Glyn
Maclean menjadi muslim
dengan jalan yang berbeda
dari mualaf lain. Ketika itu
tahun 1970, sedang era musim
perang dingin. Kehancuran massal seperti tinggal
menunggu waktu akibat
ancaman bom nuklir. Isu
komunisme juga menjadi
bahasan. Hal ini hampir
melanda di seluruh dunia termasuk Selandia Baru.
Di tahun 1990an, saat isu
komunisme sedikit mereda, ia
mendapatkan informasi
mengenai Islam sebagai
penyeimbang. “Di sekolah, dulu kami mempelajari
revolusi Cina. Kita bisa
mengakses Marx, Linen, tapi
tak ada informasi tentang
Islam yang bisa diakses,”
ujarnya. Ia hanya mendapatkan Islam hanya
sebagai sebuah informasi tapi
tak bisa mempelajarinya.
Cukup sulit untuk
mendapatkan informasi
mengenai Islam saat itu. Ia mengambul keputusan
untuk mempelajari Islam
langsung dari sumbernya. Ia
kemudian mulai membaca
Alquran. Sayang, ia belum
berhasil mendapatkan terjemahannya.
Tak ada satu pun
perpusatakaaan atau toko
buku yang bisa menyediakan
terjemahan Alquran
untuknya. Ia sempat mengingat di salah satu
tempat di Jalan Daniel, New
Town terdapat Pusat Studi
Islam Wellington. Ia yakin
orang disana pasti bisa
meminjamkannya. Tapi ia merasa ragu untuk
mendatangi tempat itu. “Aku
tak tahu bagaimana harus
bersikap. Aku tahu
bagaiamana bersikap ketika
berada di gereja atau pemakaman. Tapi aku sama
sekali tak tahu bagaimana
bersikap dengan komunitas
muslim,” katanya. Ia
mengurungkan niat itu, lalu
memesan terjemahan Alquran melalui amazon.net.
Ia benar-benar terkejut
ketika membaca Alquran.
Baginya, seperti membaca
semua cerita yang dulu pernah
diceritakan ketika masih anak-anak. Ada Adam,
Ibrahim, Hud, Isa dan Maria.
“Semua hal yang menjadi
nilai-nilai pendidikan agama
ketika aku masih kecil,”
ujarnya. Alquran seperti menjawab
semua kekhawatirannya
tentang semua yang pernah
saya ia pelajari di gereja dan
sekolah Minggu. Ia
menemukan fakta bahwa Yesus (Isa ) adalah manusia
biasa. Namun ia seorang nabi
yang luar biasa, dan sama
sekali berbeda dengan konsep
trinitas yang selama ini ia
pahami. Campur aduk perasaan Glyn
ketika membaca Alquran. Ia
merasa terkejut sekaligus
malu. Ia malu karena
ketidaktahuannya.
"Kenyataan bahwa kami ternyata berbicara pada Tuhan
yang sama. Saya terus
membaca sampai pada
akhirnya saya menyadari
bahwa apa yang saya baca
adalah kebenaran," ungkapnya. Ia tak bisa
menjelaskan dengan kata-
kata apa yang ia rasakan.
“Saya merasakan kebenaran
dalam arti yang paling dalam,”
begitu komentarnya.
Ia mengulang membaca
Alquran. Setelah membaca
yang kedua kalinya, ia
memutuskan untuk
melakukan cukup banyak penelitian melalui internet
bagaimana menjadi seorang
muslim. Apa yang harus
dilakukan dan bagaimana
perilaku umum umat muslim.
Ia mulai mencari tahu bagaimana islam. Sempat ia
menamukan artikel dalam
bahasa Arab yang sama sekali
tak ie ketahui artinya. Tapi
apa pun itu ia berkeyakinan
tak perlu terburu-buru untuk memutuskan masuk Islam.
“Masuk Islam harus benar-
benar sesuai dengan
keyakinan dan kemantapan
hati,” ujarnya. Akhirnya,
setelah mendapatkan banyak informasi dan juga
kemantapan tersebut, Glyn
memutuskan masuk Islam
pada Oktober 2000.