Tak satupun manusia lepas
dari gangguan setan. Sesuai
dengan namanya, shatana
atau sesuatu yang jauh, setan
senantiasa menggoda manusia
dari tempat yang jauh (tak terlihat) dan mengajak
manusia menjauh dari
kebaikan. Sudah menjadi
komitmen setan untuk terus
menerus menggoda dan
menganggu anak cucu Adam AS hingga akhir jaman.
Kadang-kadang kita dibuat
geram oleh ulahnya sehingga
ingin mengekspresikannya
dengan ucapan atau
perbuatan. Suatu ketika seorang sahabat
mengekspresikan
kejengkelannya dengan
memaki setan saat hewan
tunggangan Rasulullah SAW
tersandung. "Terkutuk setan". Rasulullah SAW yang
kebetulan mendengarnya
menasihati, "Jangan berkata
"Terkutuk setan", karena jika
kamu berkata seperti itu,
setan menjadi arogan dan berkata: Dengan kekuatanku
akan kubuat ia jatuh. Ketika
kau berkata, "Bismillah", setan
akan menjadi sekecil lalat".
(HR Ahmad).
Demikianlah cara yang diajarkan Rasulullah SAW
menghadapi mahluk yang
sombong. Tidak dengan cacian
dan makian, tetapi dengan
menyebut nama Allah.
Di dalam ibadah haji pun kita diberi kesempatan untuk
mengekspresikan kemarahan
dan permusuhan kita
terhadap iblis dalam ritual
melempar jumrah.
Dengan kerikil sebesar biji jagung yang telah disiapkan
sebelumnya, kita
melemparinya sambil tetap
mengingat dan menyebut
nama Allah Zat Yang Maha
Besar "Bismillahi Allahu Akbar".
Mencaci maki bukanlah cara
yang diajarkan Islam untuk
mengekspresikan kemarahan,
membalas atau melawan
kesombongan. Logika sederhana mengatakan, kalau
kita balas dan lawan
kesombongan dengan caci
maki, lalu apa beda kita
dengan mereka?.
Alasannya adalah hanya karena ajaran Islam terlalu
mulia untuk itu. Mencaci maki
pun kadang bagaikan
menepuk air didulang
terpercik muka sendiri.
Rasulullah SAW punya logika sederhana untuk itu.
Telah bersabda Rasulullah
SAW, "Termasuk dosa besar
adalah seseorang mencaci-
maki kedua orang tuanya,"
Para sahabat bertanya, "Bagaimana seseorang bisa
mencaci-maki kedua orang
tuanya?", Maka beliau SAW
menjawab: "Dia mencaci-maki
ayah orang lain, lalu orang lain
itu mencaci maki kembali orang tuanya" (HR Bukhari)
Mencaci maki, apalagi
membakar patung tokoh,
bendera, atau simbol-simbol
yang dihormati suatu kaum
untuk mengekspresikan kemarahan bukanlah akhlak
yang diajarkan Rasulullah
SAW. Karena, mengambil
pelajaran dari hadits tadi, hal
itu tidak berbeda dengan
melakukannya terhadap apa yang kita
hormati sendiri.
Alangkah indahnya jika
hujatan atau caci maki
digantikan dengan cara yang
bermartabat seperti telah diajarkan Rasulullah SAW
kepada para sahabatnya.
"Allah Maha Besar Sungguh
Maha Besar, Segala Puji hanya
bagi Allah Pujian yang amat
banyak, Tiada Tuhan Selain Allah Yang Maha Esa, Tiada
Sekutu bagi-Nya.